Minggu, 06 Oktober 2024

Taufan Al-Aqsha, Badai Gaza, Gerimis Al-Quran

Penulis: Dzikrullah W. Pramudya
 
SIAPA yang menemani Syaikh Ahmad Yasin ketika ada di dalam penjara? Jawabannya adalah Al-Quran. 


Siapa yang menemani para Mujahidin yang terowongan tempat persembunyian mereka berjaga-jaga ribath di perbatasan Gaza hancur karena bombardir dan hujan rudal yang dijatuhkan oleh penjajah, selama puluhan hari dalam kegelapan, dalam keadaan berpuasa? Jawabannya adalah Al-Quran. 
 
Siapa yang menemani anak-anak Gaza di bawah reruntuhan rumahnya pada malam yang gelap gulita tidak ada listrik, yang mereka dengarkan adalah desingan peluru dan gelegar suara bom yang berjatuhan, menghitung satu demi satu jumlah syuhada yang berguguran, siapa yang menemani mereka? Jawabannya, Al-Quran. 
 
Siapa yang menemani para ibu yang merintih menghadapi kepungan penjajah Zionis “Israel” yang sudah berlangsung selama 18 tahun, menghabiskan tabungan mereka satu demi satu, menghabiskan persediaan makanan mereka, menghabiskan obat-obatan mereka, sampai hampir-hampir tidak ada lagi harapan untuk bertahan hidup, dan mengatakan kepada kita lewat sambungan telepon, “Kami di sini sedang menunggu giliran dipanggil pulang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala”? Yang menemani mereka Al-Quran. 
 
Siapa yang menemani Ustaz Ismail Haniyyah sebelum tidur pada malam ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirim malaikat maut untuk mengakhiri hidupnya? Al-Quran. 
 
Siapa yang menemani Panglima Al-Qassam Syaikh Muhammad Dheif di atas kursi rodanya, dalam keadaan luka parah, membisikkan komando-komando ke seluruh penjuru Gaza, kepada para perwira dan prajurit Mujahidin terbaik Abad ke-21? Al-Quran.
 
Siapa yang mengilhami Qaulan Tsaqila yang mengalir dari siaran-siaran Abu Ubaidah dari balik kafiyeh merahnya, menggetarkan tanah-tanah tempat berpijak musuh-musuh Allah sedunia? Al-Quran.
 
Siapa yang menemani para ulama, para umara, yang bertahun-tahun menjaga pilar-pilar persatuan, pilar-pilar kepercayaan, pilar-pilar amanah, untuk meyakini bahwa perjalanan ini adalah perjalanan mempertahankan dan mewakili kemuliaan umat Islam sedunia? Al-Quran. 
 
Siapa yang menemani Abdullah Barghouti yang divonis 6.633 tahun penjara penjajah sehingga tidak ada lagi harapan untuk hidup menghirup udara kebebasan di luar penjara Zionis “Israel”? Al-Quran. 
 
Siapa yang menemani putri-putri kita yang kemuliaannya, yang cahaya hidupnya, berusaha diredupkan, dimatikan, oleh penjajah Zionis “Israel” sehingga tidak ada lagi harapan hidup? Al-Quran. 
 
Siapa yang menemani Fatimah Najjar, seorang nenek yang mendatangi tentara-tentara “Israel” di pos-pos penjajahan mereka di Beit Lahiya, kemudian menembakkan senapan dan melemparkan granat, serta bahan peledak yang sudah disiapkan dan dia juga ikut mati di dalam ledakan itu? Al-Quran. 
 
Siapa yang menemani Syaikh Salah Syahadah ketika ikut mendirikan Brigade Asy-Syahid ‘Izzuddin Al-Qassam, dan satu kampung di Beit Hanun syahid dihujani bom oleh penjajah hanya demi membunuh satu orang beliauy? Al-Quran. 
 
Siapa yang menemani anak-anak yang dalam keadaan sakit berusaha dilarikan keluar pintu gerbang Rafah, berjam-jam mereka menunggu izin dari tentara-tentara Mesir sementara terbaring di tempat tidur, tangan mereka ditusuk infus dan dan di ujung hari mereka mendapat kabar bahwa mereka tidak bisa keluar untuk berobat? Siapa yang menemani mereka? Al-Quran. 
 
Al-Quran adalah nafas perjuangan. Al-Quran yang membuat orang kembali faham dan sadar, bahwa urusan jihad membebaskan Masjidil Aqsha adalah urusan semua orang yang beriman kepada Allah, beriman kepada para malaikat, beriman kepada kitab-kitab, beriman kepada rasul-rasul, beriman kepada Yaumul Qiyamah, beriman kepada Qadha dan Qadar Allah. Setiap orang yang mengimani enam hal itu di dalam dirinya ada playlist yang tidak habis-habis berbunyi di telinganya, di ruang berpikirnya, di renungan-renungannya, di ingatan-ingatannya, di kegiatannya sehari-hari: yaitu Al-Quran. 
 
Al-Quran adalah sumber ilham, sumber inspirasi, Al-Quran adalah energi dan ini disadari secara serius oleh para Qiyadatul Jihad, Qiyadatul Mujahidin di Palestina bahwa tidak ada diplomasi yang akan dimenangkan apabila para diplomatnya bukan rijalul Quran. Tidak ada pasukan yang bisa dikalahkan kalau yang melawan itu bukan rijalul Quran. Tidak ada masyarakat yang bisa tegak bangkit, tidak rukuk dan tidak sujud, kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di hadapan jutaan ton bahan peledak yang dihujankan ke tubuh-tubuh mereka, ke rumah-rumah mereka, jika tidak dengan Al-Quran.
 
Tidak akan bisa mereka menghasilkan ajyal atau generasi-generasi yang bertahan hidup selama belasan tahun, kecuali adalah ibu-ibu yang ketika rahimnya dibuahi dan 9 bulan mengandung, dan kemudian mengeluarkan bayi itu dengan penuh perjuangan, dengan rasa sakit yang dahsyat, dengan pertaruhan nyawa, kecuali adalah ibu-ibu yang lisannya, pikirannya, darahnya, dikuatkan oleh Al-Quran. 
 
Tidak akan ada pertolongan itu. Ini adalah kesadaran massal, kesadaran kolektif yang dimiliki oleh saudara-saudara kita di Gaza, di Palestina. Dan ini bukan kesadaran yang unik di zaman kita, ini adalah kesadaran yang ada dan diwariskan sepanjang zaman sejak Al-Quran tuntas.
 
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ
 
“Hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian Dien kalian dan telah Kutuntaskan atas kalian nikmatKu (hidayah Al-Quran dan Syariat Islam) dan telah Kurdihoi atas kalian Islam sebagai Dien.” (Surah Al-Maidah ayat 3)
 
Sejak Al-Quran itu sempurna diturunkan, maka sampai hari ini satu demi satu jurnal dan buku harian umat Islam, pasang naik dan pasang turunnya, menang dan kalahnya, jaya dan hinanya itu ditorehkan sebanding dengan perjalanan hidup mereka dengan Al-Quran. 
 
Tidak ada generasi yang hilang kemudian bangkit lagi kecuali karena Al-Quran. Tidak ada pemimpin yang tadinya syahid dibunuh oleh musuh dan kemudian lahir lagi penggantinya sehebat dia kecuali karena Al-Quran. Tidak ada penguasa-penguasa zalim yang runtuh dan hancur kesombongannya kecuali ditudingkan oleh para ulama Rabbaniy dengan membawa Al-Quran di lisannya, dalam pikirannya dan sepak terjangnya.
 
Al-Quran adalah jaminan, bahwa perjalanan hidup seorang pribadi, perjalanan hidup sebuah keluarga, perjalanan hidup sebuah masyarakat, sebuah Harakah itu tidak dalam kesesatan.
 
Bisa dikatakan Al-Quran adalah jaminan untuk membatalkan kesesatan kita. Karena Al-Quran sendiri itu adalah sesuatu yang dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjaga manusia yang paling mulia dari kesesatan. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa sallam itu hampir “tersesat”. Loh, kok bisa nabi kok hampir tersesat? Karena dia manusia, ini untuk menunjukkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin menunjukkan kepada kita, jangankan kalian yang jauh dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa sallam, nabi sendiri hampir tersesat dan dijaga oleh Al-Quran.
 
وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُۥ لَهَمَّت طَّآئِفَةٌ مِّنْهُمْ أَن يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمْ ۖ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِن شَىْءٍ ۚ وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا
 
Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu (Muhammad), tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (Al-Quran surah An-Nisaa’ ayat 113)

Sumber daya ilmu untuk kita berjuang itu 100% datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ini, seperti yang tadi kita sebutkan, bukan unik pada zaman kita, pada zaman Jihad Gaza ini, tetapi sudah terjadi pada zaman-zaman sebelumnya, dan kita bersyukur kepada Allah, bersyukur dan tidak berhenti bersyukur, bahwa kita dituntun oleh Allah untuk masuk ke dalam Zhilal Al-Quran, ke dalam naungan Al-Quran ini, pada saat berbicara tentang perjuangan, karena tidak ada perjuangan jika tidak diiringi oleh Al-Quran.
 
Sebagaimana Allah mengingatkan kita juga, bahwa sebelum zaman Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa sallam pun Allah mengiringi perjuangan bangsa-bangsa dan kaum-kaum sebelum kita itu dengan wahyu. 
 
 
إِنَّآ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ كَمَآ أَوْحَيْنَآ إِلَىٰ نُوحٍ وَٱلنَّبِيِّۦنَ مِنۢ بَعْدِهِۦ ۚ وَأَوْحَيْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ وَٱلْأَسْبَاطِ وَعِيسَىٰ وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَٰرُونَ وَسُلَيْمَٰنَ ۚ وَءَاتَيْنَا دَاوُۥدَ زَبُورًا
 
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya; ‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan kitab Zabur kepada Dawud.” (Al-Quran surah An-Nisaa’ ayat 163) 
 
Ketika kita menyebut Nuh, langsung hati kita ini, dan pikiran kita diingatkan oleh Allah dengan peristiwa maha dahsyat yang belum pernah terjadi sebelum dan sesudahnya sampai hari Kiamat nanti datang. Tidak pernah ada seluruh bumi ditutupi oleh banjir. Karena Allah telah menutup waktu, deadline sudah datang, time is up. Ajalum musamma. Ajal yang sudah ditentukan oleh Allah bahwa sudah selesai waktu dakwah Nuh kepada kaumnya.

Kemudian nabi-nabi setelahnya, Ibrahim, bapaknya seluruh para nabi yang ujian kesabaran dan keimanannya itu tak terperikan oleh manusia pada zaman sekarang.
 
Ismail ‘Alayhissalam, anak pertama dari bapaknya para nabi. Kemudian Ishaq yang lahir di Baitul Maqdis dengan kemuliaan tanahnya para nabi dan para malaikat. Ya’kub ‘Alayhissalam yang meninggikan dan membangun Masjidil Aqsha yang kita muliakan dan kita perjuangkan. 
 
Al-Ashbat, dan anak cucunya, termasuk terutama Yusuf ‘Alayhissalam, Nabi Isa ‘Alayhissalam, yang diberikan mukjizat-mukjizat yang tidak pernah diberikan kepada nabi-nabi sebelumnya, menghidupkan orang mati, menyembuhkan semua penyakit tanpa kecuali, berbicara ketika masih dalam keadaan bayi. 
 
Nabi Ayyub ‘Alayhissalam, contoh kesabaran sepanjang zaman. Nabi Yunus ‘Alayhissalam, contoh terbaik dari taubatan nasuha. Nabi Harun ‘Alayhissalam, contoh kesetiaan pada perjuangan menghadapi tiran yang zalim tanpa rasa takut sedikit pun dengan adab dan akhlak yang tinggi. Nabi Sulaiman ‘Alayhissalam, penguasa terbaik yang pernah hidup di muka bumi sesudah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa sallam. Dan Dawud ‘Alayhissalam, yang sejak kecil ditarbiyah oleh Allah untuk menjatuhkan dan merobohkan kezaliman. Semua dibimbing oleh Wahyu yang disempurnakan oleh Al-Quran.
 
Dan dia merupakan kekuatan yang dahsyat, Al-Quran adalah kekuatan yang dahsyat. 
 
لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُۥ خَٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَمْثَٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
 
Sekiranya Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah, dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.” (Al-Quran surah Al-Hasyr ayat 21)
 
Dan kita menyaksikan selama 23 tahun, lebih dari 6.000 ayat ini turun bukan selalu di ruang-ruang yang tenang, bukan selalu di masjid yang damai, bukan selalu di kamar-kamar Rasulullah ﷺ yang sepi. Tidak, Al-Qur’an ini turun satu demi satu, berbicara dengan berbagai peristiwa besar yang dialami oleh Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam dan para sahabatnya, yang kemudian kita dari membaca Sirah Nabawiyah itu, kita berkesimpulan bahwa saudara-saudara kita di Gaza ini, cara mereka hidup dengan Al-Quran lebih dekat dengan Rasulullah ﷺ dibandingkan cara hidup kita. 
 
Kita ini sangat asyik dan nikmat membaca Al-Quran di TPA-TPA, di Taman Pendidikan Al-Quran, di masjid-masjid, di kamar-kamar kita pada malam hari. Namun, Rasulullah ﷺ dan para sahabat tidak seperti itu. Mereka membaca Al-Quran sesudah tubuh luka-luka ditusuk tombak musuh, sayatan pedang musuh, di bawah ancaman, di gua Hira, di gua Tsur, ketika hijrah ke Madinah, ke Yatsrib. 
 
Para perempuan di zaman Rasulullah ﷺmenerima Al-Quran sebagai jawaban terhadap fitnah kepada diri mereka. ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ibu kita semua, menerima surah An-Nur dari lisan Rasulullah ﷺ setelah berminggu-minggu, bahkan berbilang bulan difitnah orang munafiq bahwa dia berzina, dibersihkan namanya dengan Al-Quran.   
 
Pernikahan Zaid bin Haritsah, yang kemudian Rasulullah ﷺ menikahi istrinya juga diabadikan dengan Al-Quran. Kemudian peristiwa lain, surah Al-Ahzab turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam ketika rasa takut warga Madinah itu sampai ke tenggorokan, karena kota itu dikepung oleh Al-Ahzab, golongan-golongan, batalion-batalion, pasukan-pasukan dari berbagai arah, dari berbagai etnis, dari berbagai kelompok. 
 
Jadi, kita menyaksikan saudara-saudara kita di Gaza yang pada masa tidak bertempur itu hidupnya memang diiringi oleh Al-Quran, dan pada masa pertempuran pun dikuatkan oleh Al-Quran. Oleh karena itu, kita semua tidak punya pilihan lain. Jika ingin nama kita dicatat oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam gelombang pertolongan dan kemenangan ini, kita hidup bersama-sama mereka di bawah naungan Al-Quran, sebagaimana para ulama kita mencontohkan. 
 
Sayyid Qutb, menjelang digantung oleh rezim Gamal Abdul Naser, juga menyelesaikan tafsir Fi Zhilal al-Qur'an, bukan cuma membaca dan menghafalkan, tetapi menuliskan tafsir. Buya Hamka, kekasih kita di Indonesia, juga dipenjara oleh rezim Soekarno, menghasilkan tafsir Al-Azhar, Al-Quran. Yang masih hidup, Doktor Ustadz Ahmad Zain an-Najah, dipenjara dan berhasil menyelesaikan 9 juz penulisan Tafsir Al-Quran. 
 
Manis itu rasanya Al-Quran yang ditulis dan dibaca di bawah kezaliman, di bawah penindasan, karena cahaya kesabaran dan cahaya keimanan itulah yang digoreskan. Ditindas, ditendang, digebuki, dibabakbeluri oleh kezaliman tangan-tangan manusia, kemudian dia bertahan dengan keimanannya, itulah cahaya yang sesungguh-sungguhnya akan menjadi suluh bagi umat, sekaligus menjadi makanan utama para pejuang, menjadi penyejuk hati para ibu yang sedang berduka, menjadi penguat hati para remaja yang sedang galau. Al-Quran inilah yang insya Allah akan menemani kita pada masa suka dan duka sampai akhir hayat kita.
 
Hari ini kita membuka sebuah acara yang sebentar, cuma 3 hari 3 malam, mengkhatamkan sampai hari Ahad, tanggal 7 Oktober 2024. Untuk menguatkan komitmen kita, bahwa pertolongan dan kemenangan itu datangnya dari Allah, dan ikhtiar kita adalah dengan membaca Al-Qur’an, membaca mukjizat terbesar yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala di akhir zaman ini. Jadi ini adalah Tilawatun Nashr (Bacaan Al-Quran untuk memohon pertolongan Allah), Tilawatul Fath (Bacaan Al-Quran untuk memohon Kemenangan dari Allah)
 
Mudah-mudahan jiwa-jiwa kita yang kerdil ini, hati-hati kita yang sering tertutupi oleh syahwat ini, akal kita yang sering merasa lebih pintar dari Allah, dari Rasulullah ﷺ dan dari para nabi ini, badan kita yang penuh dengan dosa ini, sudilah kiranya Allah Subhanahu wa Ta'ala membersihkannya, menyucikannya, dan kemudian mendudukkan kita sebaris dengan para mujahidin, para syuhada, para shalihin, para nabi, sampai Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus malaikat maut menjemput kita.
 
Mudah-mudahan 3 hari ketika kita mengeja ayat-ayat Al-Quran ini Allah sambungkan kita dengan jihad para mujahidun, ribath para murabithun, tersambung dengan rintihan doa-doa para ibu, para remaja, para pemuda, para bapak, para suyukh, orang-orang tua yang dengan gembira menyongsong syahadah mereka dipanggil, satu demi satu. Dan kita berharap Allah Subhanahu wa Ta'ala memenangkan para mujahid di medan diplomasi, di medan jihad, askari (militer), di medan logistik, di semua bentuk perjuangan yang bisa kita bayangkan maupun yang tidak bisa kita bayangkan. 
 
Kita berharap, Al-Quran ini juga akan memisahkan dari barisan mereka dan dari barisan kita, kaum munafiqin, kaum fasiq, yang dari zaman ke zaman selalu dihadirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, seakan-akan berjuang bersama kita dengan kalimat-kalimat yang manis, dengan acara-acara yang kelihatan hebat, tetapi sebenarnya menikam jantung-jantung pertahanan para mujahidin, memorak-porandakan barisan para mujahidin, tetapi selalu saja dimenangkan oleh Allah. Dan kita minta kepada Allah, dengan Al-Quran ini, jangan sampai kita ikut dilibas, termasuk orang-orang yang meninggalkan perjuangan, atau menjadi orang-orang yang munafiq di dalam barisan perjuangan.
 
Nashrun minallah wa Fathun Qariib, wa Basysyiril Mu’minin. Pertolongan datangnya dari Allah dan Kemenangan yang dekat, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang beriman.
 
Wallahu a'lam bishawab.


(Tulisan ini sebagai pengantar pada buku “Dokumentasi Perang Gaza 7 Oktober 2023  - 7 Oktober 2024”)