Laman

Jumat, 06 September 2024

Ustadz, Anakmu Berulah!

Penulis: Dahlia Helen Maswanda |

"Kok berandal banget sih anaknya. Padahal keluarganya agamis, bapaknya ustadz, ceramah sana sini, tapi anaknya kenapa kayak gitu? Mending benerin dulu anaknya, baru ceramah depan orang!"

Dalam kehidupan, sering kali kita melihat kontras yang mencolok antara generasi satu dan generasi berikutnya dalam sebuah keluarga. Salah satu kasus yang kerap menarik perhatian adalah ketika seorang ayah yang dikenal sebagai ustadz atau pemuka agama yang dihormati, namun sang anak justru memilih jalan yang berbeda, bahkan menyimpang dari nilai-nilai agama yang diajarkan.

Ayah adalah panutan dalam keluarga, terlebih jika ia seorang ustadz. Dalam membesarkan anak-anaknya, tentu ia akan menanamkan nilai-nilai agama sejak dini. Ia mengajarkan tentang pentingnya shalat, membaca Al-Qur'an, berbuat baik kepada sesama, dan menjauhi perbuatan maksiat. Namun, kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
 
Tahukah kisah Nabi Nuh dan anaknya? Sekelas Nabi dan Rasul saja tidak bisa mengajak anaknya ke jalan kebaikan.

Tahu istrinya fir'aun, Asiyah, wanita sholehah yang dijamin masuk surga? Ia tidak bisa mengubah suaminya yang kejam, angkuh dan kufur.

Bahkan manusia terbaik di dunia, Rasulullah saw, yang banyak memualafkan orang kafir pun tidak bisa memualafkan pamannya sendiri, Abu Thalib.

Dari kisah di atas, bisa kita simpulkan bahwa hidayah itu milik Allah, bukan manusia. Jika di dikehidupan nyata ini ada seorang anak yang jauh dari kata shaleh (pemaksiat) sedangkan bapaknya seorang ahli agama (ustadz), maka jangan kau kucilkan anaknya, dan jangan kau ejek bapaknya.

Sebab, bapaknya sudah pasti mengajarkan ilmu agama kepada anaknya sebagaimana ia mengajarkan pada khalayak ramai. Namun belum pasti anaknya tersentuh dengan apa yang bapaknya ajarkan.

Hidayah itu milik Allah, bukan manusia. Kita sebagai manusia hanya bisa menjadi perantaranya. Allah Ta'ala berfirman:

لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ

Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. ***

(Penulis adalah mahasiswi STID M Natsir, Jakarta)