Laman

Jumat, 07 Juni 2024

Analisis Dampak Kejatuhan Turki Utsmani Bagi Umat Islam

Penulis: Arfa Yumirza |

Sejarah mencatat bahwa bangsa Turki memiliki peran yang sangat besar terhadap perkembangan dan peradaban Islam. Keberhasilan ini disumbangkan oleh Dinasti Seljuk. Kesultanan Turki Utsmani berdiri setelah hancurnya Turki Seljuk yang telah berkuasa selama kurang lebih 250 tahun (1055-1300 M). 
Kota Istambul, yang dulu bernama Konstantinopel, adalah ibu kota Kerajaan Turki Utsmani (foto: pixabay.com)

Pada tahun 656H-11267 M, Utsman anak Urtughrul lahir. Utsman inilah yang kemudian menjadi nisbat (ikon) kekuasaan khilafah Utsmaniyah Tahun kelahirannya bersamaan dengan serbuan pasukan Mongolia di bawah pimpinan Hulagukhan yang menyerbu ibu kota khilafah Abbasiyah. Penyerbuan ini merupakan peristiwa yang sangat mengenaskan dalam sejarah, korban demikian banyak.

Kisah entitas khilafah Utsmaniyah bermula dari munculnya sosok pemimpin bernama Utsman yang lahir pada saat kehancuran khilafah Abbasiyah di Baghdad. Beberapa sifat kepemimpinan Utsman, Jika kita memerhatikan dengan seksama riwayat hidupnya, tampak sifat-sifat kepribadiannya sebagai seorang komandan perang dan seorang politikus. Beberapa sifat yang menonjol darinya seperti pemberani, bijaksana, ikhlas, sabar, daya tarik keimanan, adil, memenuhi janji dan Ikhlas karena Allah dalam setiap penaklukan.

Setelah wafatnya Utsman, anaknya yang bernama Orkhan segera memangku kekuasaan. Dia melakukan kebijakan sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya dalam administrasi negara dan penaklukan-penaklukan negeri. 

Pada tahun 727 H/17327 M, Nicomedia jatuh ke tangannya. Dia adalah sebuah kota yang berada di barat laut Asia Kecil dekat kota Istanbul. Kota ini kini dikenal dengan sebutan Azmiyet. Di tempat inilah dia mendirikan sebuah universitas untuk pertama kalinya. 

Salah satu jasa penting yang berkait erat dengan kehidupan Sultan Sulaiman orkhan adalah pembentukan tentara Islam serta kepeduliannya untuk membentuk satu model khusus dalam kemiliteran. Maka dia pun membagi tentara ke dalam unit satuan, di mana setiap unit terdiri dari sepuluh orang, atau seratus orang, atau seribu orang.

Dinasti Turki Utsmani berkuasa selama kurang lebih 6 abad (1294-1924 M). Dalam kurun waktu tersebut, kerajaan itu dipimpin oleh 38 orang sultan yang silih berganti. 

Berikut beberapa sultan yang memiliki pengaruh dan peran besar terhadap sejarah dan perkembangan Dinasti Utsmani:

1. Sultan Utsman bin Erthoghul (699-726 H/ 1294- 1326 M). Beliau diberi gelar "Padisyah al-utsman (raja besar keluarga Utsman). 

2. Sultan Orkhan bin Utsman (726-761 H/1326-1359 M).

3. Sultan Murad I bin Orkhan (761-791 H/1359-1389 M).

4. Sultan Bayazid I bin Murad (791-805 H/1389-1403 M). Beliau memperluas wilayah ke Eiden, Sharukan, dan Mutasya di Asia Kecil serta negeri-negeri bekas kekuasaan Bani Saluki. Bayazid sangat besar pengaruhnya sehingga mencemaskan Paus. Kemudian Paus mengadakan penyerangan terhadap pasukan Bayazid, dan peperangan inilah yang merupakan cikal bakal terjadinya perang Salib.

5. Sultan Muhammad I bun Bayazid (816-824 H/1403-1421 M).

6. Sultan Murad II bin Muhammad (824-855 H/1421-1451 M). Pada masa ini Paus kembali menyerukan Perang Salib.

7. Sultan Muhammad al-Fatih (855-886 H/1451-1481 M). Beliaulah penakluk Konstantinopel, ibu kota Bizantium yang akhirnya dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan Turki Utsmani lalu diganti menjadi Istanbul.

8. Sultan Sulaiman I (1520-1566 M). Beliau diberi gelar oleh orang Barat sebagai "Solomon the Magnificent" atau "Solomon the Great". Pada masa pemerintahan beliau, Dinasti Utsmani mengalami puncak kejayaan.

Sebelum ditaklukkan, Konstantinopel menjadi hambatan besar bagi tersebarnya Islam dibenua Eropa. Dengan demikian, penaklukkannya berarti jalan pembuka bagi Islam untuk masuk ke benua Eropa dengan kekuatan dan kedamaian lebih dari masa-masa sebelumnya. 

Penaklukkan Konstantinopel dianggap sebagai peristiwa paling monumental dalam sejarah dunia dan secara khusus sejarah Eropa dalam hubungannya dengan Islam. Bahkan sejarawan Eropa dan mereka yang sepaham dengannya menganggap, penaklukkan Konstantinopel merupakan akhir dari Abad Pertengahan dan sebagai awal dari Abad Modern'

Kerajaan Turki Utsmani pada masanya memiliki kemajuan yang telah diraih, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemerintahan, Militer, dan Maritim 

Militer kerajaan Turki Utsmani menjadi kuat karena pada masa awal kerajaan diisi oleh orang-orang kuat. Selain itu pula kekuatan militer pertama kali menjadi lebih diperhatikan ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa.  Kerajaan Turki Utsmani selain mementingkan persenjataan militer, juga kekuatan kekuasaan yang terbukti mampu menguasai wilayah yang sangat luas baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. 

Pada masa itu pula terlahir banyak ilmuan-ilmuan ternama. Pada saat Konstantinopel diubah menjadi Ibukota Kerajaan Turki Utsmani, Instanbul menjadi pusat pelayaran. Lautan dalam golden horn ditetapkan sebagai pusat  indrusti dan gudang persenjataan maritim oleh Sultan Muhammad II dan memerintahkan Hamdan Pasha sebagai komandan  Angkatan Laut. 

Pada tahun 1480 M dikomandoi oleh Gedik Ahmed Pasha berhasil membangun kapal di Gallipoli Maritime Arsenal. Marinir Turki mampu mendominasi Laut Hitam dan menguasai Otrando. Dan pembangunan serta perluasan pusat persenjataan maritime akhirnya dilakukan dari Galatama dampai ke sungai Kaghitae dan tersedia 150 unit kapal. 

2. Bidang Pendidikan serta Ilmu Pengetahuan Teknologi 

Pada masa kerjaan Turki utsmani terjadi transformasi pendidikan. Pada saaat itu sekolah-sekolah didirikan, juga perguruan tinggi dengan fakultas kedokteran dan fakultas hukum. Selain hal tersebut juga muncul sastrawan dengan yang menyelesaikan studi di luar negeri. Sepanjang masa kesultanan Utsamani masyarakat berusaha membangun perpustakaan. 

3. Bidang Seni dan Kebudayaan 

Kerjaan Turki Utsmani telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban yang cukup maju dengan pesat. Pada bidang kebudayaan, bayak tokoh penting yang muncul.  Selain itu banyak juga yang berkiprah pada pengembangan seni, arsitektur Islam, seni dekorasi, serta seni musik dan pertunjukan.

4. Bidang Keagamaan 

Bidang ini merupakan bagian sistem sosial dan politik pada masa kerajaan Turki Utsmani. Ulama dipandang cukup tinggi kedudukannya dalam bernegara dan bermasyarakat. Pada kerajaan Turki Utsmani, warga non-Muslim wajib mematuhi hukum kesultanan, namun tidak wajib mematuhi hukum Islam. 

Sistem birokrasi kerajaan Turki yang bergantung pada kemampuan seorang sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan hal ini rentan dalam kemunduran, bahkan kejatuhan kerajaan. Kerajaan Turki Utsmani mengalami kemunduran pada masa setalah Sultan Sulaiman Al Qanuni, tepatnya pada masa Sultan Salim II. Hal tersebut terlihat atas melemahnya semangat perjuangan prajurit Utsmani yang mengakibatkan kekalahan pada pertempuran. 

Pada tahun 1774 M, pimpinan kerajaan Utsmani yakni Sultan Abdul Hamid dipaksa untuk menandatangani perjanjian dengan Rusia yang berisi tentang kemerdekaan Crimenia dan penyerahan pada benteng-benteng di Laut Hitam dan memberikan Rusia izin untuk melintasi Laut Hitam dan Laut Putih. Setalah terjadinya penurunan kualitas kekuasaan kerajaan Turki Utsmani, beberapa wilayah kekuasaan melakukan pemberontakan untuk melepaskan diri. 

Gerakan-gerakan pemberontakan berlanjut, dan muncul pula gerakan moderenisasi pemerintahan dari kerajaan menjadi Republik.  Hingga pada masanya tahun 1924 diangkatlah Mustafa Kemal Attaturk sebagai Presiden pertama Republik Turki. 

Pada masa selanjutnya, Turki tidak memiliki pengaruh yang dominan pada hubungan Internasional. Ada banyak faktor yang menyebabkan kemunduran kerajaan Utsmani di antaranya adalah:

1. Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas

Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan Kerajaan Utsmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang  terus-menerus dengan berbagai bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun negara.

2. Hetergonitas Penduduk

Sebagai kerajaan besar, Turki Utsmani menguasai wilayah yang amat laus, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz dan yaman. Di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazir. Di Afrika daan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan rumania di Eropa. Wilayah yang amat luas tersebut ditempati  penduduk yang sangat beragam, baik daris segi agama, ras, etnis maupun adat  istiadat. 

Untuk mengatur penduduk yang bergam dan luas itu, diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang teratur. Tanpa didukung administrasi yang baik, Kerajaan Ustmani hanya akan menanggung beban berat akibat heterogenis tersebut.  Perbedaan bangsa dan agama acap kali yang melatarbelaknagi pemberontakan dan peperangan.

3. Kelemahan Para Penguasa 

Sepeninggal Sulaiman al-Qanuni, kerajaan utsmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama pada dalam kepemimpinanya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan ini tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan ssemakin lama menjadi semakin parah.

4. Budaya Pungli

Pungli merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam kerajaan Utsmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jawaban tersebut. Adanya budaya pungli ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh

5. Pemberontakan Tentara Jenissari

Kemajuan ekspansi Kerajaan Utsmani banyak ditemtukan oleh kekuatan tentara Jenissari. Dengan demikian dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Jenissari terjadi selama empat kali.

6. Merosotnya Ekonomi

Akibat perang yang tak pernah berhenti perekonomian merosot. Pendapatan berkurang belanja negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang. 

7. Terjadinya Stagnasi Ilmu dan Teknologi 

Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan Ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakaan pengembangan kekuatan Militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persentajaan musuh dari Eropa yang lebih maju.

Setelah runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani, umat Islam di dunia, khususnya Timur Tengah, kehilangan institusi pengayom dan pemersatu. Negara-negara Timur Tengah berada dalam kendali imperialisme Barat. Gelombang weternisasi telah mengubah kondisisosial Masyarakat Islam di Timur Tengah. 

Runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah juga membawa konsekuensi yang signifikan terhadap sistem pendidikan, termasuk pengenalan sekularisme, yang menjadi dasar ideologi kapitalis dan mendukung ide-ide seperti demokrasi, nasionalisme, liberalisme, dan hak asasi manusia. 

Sementara pengaruh Nasionalisme terhadap negara khilafah Utsmani yaitu dengan banyaknya wilayah kekuasaan khilafah yang mulai melepaskan dan memerdekakan diri seperti mesir, Saudi Arabia, Syiria. Yunani, Serbia, dan wilayah Utsmani lainya, dan memuncak setelah berakhirnya perang dunia I ketika Mustafa Kamal Pasha dengan bantuan Inggris pada tanggal 3 maret 1924 berhasil memproklamirkan berdirinya Negara Turki sekuler dan penghapusan khilafah. 

Runtuh dan hapusnya kekhalifahan Utsmani berdampak terhadap kelangsungan hidup umat muslim dunia khususnya negara Turki sendiri. Banyak perubahan dilakukan oleh Mustafa Kamal Pasha dalam membangun negara Turki sekuler, di antaranya memisahkan syariat islam dari kehidupan politik, mengadopsi hukum-hukum barat, mengganti bahasa arab dengan bahasa turki, sehingga dengan itu hilanglah suatu kehidupan islami.

Selanjutnya pada tahun 1969 dibentuklah Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Organisasi ini dibentuk setelah para pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konferensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22-25 September 1969. 

Hasilnya disepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB, dan hak asasi manusia. Pembentukan OKI didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai masalah yang dihadapi umat Islam, khususnya setelah pembakaran sebagian Masjid Suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969.

Sebagai organisasi internasional yang awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya, OKI menjadi suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerja sama di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim. 

Untuk menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota OKI memandang betapa penting terlaksananya Reformasi OKI berikut penataan kembali prioritas organisasi di masa mendatang. Sejalan dengan keinginan tersebut, OKI mengesahkan OIC-2025 Programme of Action pada tahun 2016. Dokumen tersebut berisi program prioritas OKI beserta prinsip dan tujuan-tujuan utama. 

Sejumlah isu yang masuk menjadi prioritas antara lain Palestina, kontra-terorisme dan Islamofobia, perdamaian dan keamanan, pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, serta sains, teknologi, dan inovasi. Dalam mencapai prioritas-prioritasnya, OKI mendasarkan diri pada sejumlah prinsip, seperti solidaritas Islam, kemitraan, dan kerja sama; good governance; serta koordinasi yang efektif dan sinergi.

OKI merupakan singkatan dari Organisasi Kerja Sama Islam (Organisation of Islamic Cooperation/OIC) yang dahulu bernama Organisasi Konferensi Islam. OKI adalah organisasi internasional yang terdiri dari 57 negara anggota yang tersebar di seluruh dunia. Indonesia termasuk salah satu anggota OKI.

Setelah menguraikan beberapa penjelasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa masalah yang terjadi pada Dinasti Turki Utsmani adalah wilayah kekuasaan yang sangat luas sehingga administrasi sangat rumit yang mengakibatkan administrasi pemerintahan kerajaan tidak beres, penduduk sangat beragam sehingga sering kali melatarbelakangi pemberontakan dan peperangan, kelemahan para penguasa baik kepribadian maupun kepemimpinannya, budaya pungutan liar yang merajalela, banyak pemberontakan, merosotnya ekonomi karena perang terjadi terus-menerus dan ilmu pengetahuan yang tidak berkembang. 

Masalah-masalah ini harus dijadikan pelajaran oleh umat Islam ke depannya agar tidak terjadi lagi hal yang dapat merugikan orang banyak. Umat Islam harus lebih mendekatkan diri kepada Allah dan sering bermusyawarah dengan orang-orang saleh dan ahli dalam bidangnya. ***


DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Syukur Al-azizi (2017), Sejarah terlengkap Peradaban Islam, Hlm 407
2. Dr. Ali Muhammad Ash- Shalabi (2002), Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Hlm 41
3. Sudin Yamani 2022, Jurnal Kewarganegaraan, Vol.6 No.2 September 2022, P-ISSN: 1978-0184 E-ISSN: 2723-2328


(Penulis adalah mahasiswi STID M Natsir, Jakarta, semester 6, jurusan KPI)