Laman

Sabtu, 22 Juli 2023

Hijrah: Kekuasaan dan Pemilu

Penulis: Dr Abdul Ghofar Hadi |

Nabi Muhammad Saw diangkat menjadi seorang nabi dan rasul sejak mendapatkan wahyu al-Qur’an surat al-alaq. Sejak itulah mulai ada ketidaksukaan, penentangan, bahkan permusuhan kepada Rasulullah dari orang-orang kafir Quraisy di Makkah.

Hijrah adalah berpindah dari keadaan buruk kepada keadaan baik (foto: Pixabay.com).

Padahal Muhammad sebelumnya dijuluki al-amin, atau  orang yang bisa dipercaya, dan karakter amanah itu tetap tidak berubah. Namun misi kenabian dan kerasulan yang dibawa Muhammad yang mengubah sikap orang-orang kafir Quraisy. 

Padahal al-Qur’an diturunkan baru beberapa surat dan ayat. Pengikut Rasulullah juga belum seberapa banyak, tidak punya persenjataan dan kekuatan yang diandalkan.

Rasulullah hijrah ke Madinah karena penindasan orang-orang musyrik Quraisy yang luar biasa terhadap beliau dan para sahabat beliau. Ini karena dakwah Islam belum di-back up oleh kekuasaan. Back up baru dilakukan oleh pribadi-pribadi tertentu dari keluarga bangsawan, penguasa, atau pengusaha.

Sementara sahabat-sahabat yang tidak memiliki back up keluarga, seperti Amar bin Yasir, Bilal bin Rabbah, dan beberapa keluarga yang lain, disiksa, ditindas, diintimidasi, bahkan dibunuh. Rasulullah sendiri, setelah pamannya Abu Thalib dan Istrinya Khadijah wafat, tidak ada lagi back up, sehingga sempat mengalami pemboikotan dan gangguan serius.

Dakwah  Islam selama 13 tahun di Makkah harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dari rumah-rumah, itu pun malam hari. Harus berbisik-bisik karena jika ketahuan maka langsung ditangkap dan disiksa.

Setelah Rasulullah SAW selesai membaiat pada ‘Aqabah yang kedua, Rasulullah mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah. Berbagai cara dilakukan oleh para sahabat untuk bisa hijrah ke Madinah.

Rasulullah bersama dengan sahabat setianya Abu Bakar ash-Shiddiq juga harus menggunakan banyak strategi untuk bisa berhasil hijrah keluar dari Makkah menuju Madinah. Sebab risikonya jika ketahuan, akan ditangkap dan dibunuh oleh orang-orang kafir Quraisy.

Madinah Lembaran Baru

Hijrah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya membuka lembaran baru dalam dakwah untuk menyebarkan agama Islam. Hal yang paling utama adalah Rasulullah diangkat menjadi pemimpin dan diberikan kekuasaaan di Madinah. Kekuasaan itulah yang mem-back up dakwah Islam sehingga terjadi akselerasi kuantitas dan kualitas orang-orang beriman.

Dakwah dilakukan secara leluasa dan terbuka, menjalankan ibadah juga mudah, bahkan proyek pertama Rasulullah hijrah, yakni membangun masjid Quba, berjalan dengan mulus. Begitu pula upaya menata kehidupan ekonomi dan sosial dengan tatanan Islam. 

Baru dua tahun hijrah, terjadi perang Badar yang sangat fenomenal dan dimenangkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Dengan waktu yang relatif singkat, bisa mengalahkan pasukan kafir Quraisy yang jumlahnya tiga kali lipat. 

Di sinilah urgensinya kekuasaan dalam Islam. Kekuasaan dalam Islam bukan untuk sekedar berkuasa mendapatkan jabatan fasilitas dan status sosial. Namun kekuasaan bagi umat Islam adalah untuk back up dakwah Islam dan memudahkan orang-orang beriman bisa menunaikan ketaatan beribadah dan bermuamalah dalam kehidupan sehari-hari. 

Hijrah Tempat Masih Boleh

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, tetapi (yang ada adalah) jihad dan niat. Maka, apabila kalian diperintahkan jihad, maka berangkatlah.” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim). 

Artinya, hal ini menunjukkan bahwa, dari saat hari fathul (pembebasan) Kota Mekah sampai hari ini, tidak ada hijrah dalam arti perpindahan tempat secara fisik. Kecuali jika kondisi umat Islam di daerah tertentu mengalami hal sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah dan para sahabat saat di Makkah.

Contoh era sekarang adalah saudara-saudara Muslim di Uighur dan Rohingya.  Uighur adalah sebuah kelompok etnis asal Turki yang mendiami wilayah Asia Timur dan Tengah. Di wilayah ini tinggal sekitar 11 juta etnis Uighur, etnis minoritas Cina yang mendominasi Xinjiang. Mereka mengalami penindasan yang luar biasa. 

Saudara-saudara Muslim di sana tidak bisa melaksanakan ibadah sama sekali. Jika ketahuan berjenggot, pakai jilbab atau simbol-simbol Muslim maka langsung dipenjara. Bulan Ramadhan, semua Muslim dipaksa makan siang sehingga tidak ada yang bisa menjalankan puasa Ramadhan.

Etnis Muslim di Myanmar, khususnya etnis Rohingya, mengalami banyak tekanan dan diskriminasi dari pemerintah Myanmar. Mereka sering kali dianggap sebagai pendatang ilegal dan tidak diakui sebagai warga negara Myanmar. Pemerintah Myanmar juga telah melakukan kekerasan terhadap etnis Rohingya yang menyebabkan banyak orang menjadi pengungsi. 

Kedua saudara kita di Uighur dan Rohingya dengan kondisi seperti itu mau tidak mau harus hijrah karena tidak ada back up kekuasaan dan tidak bisa melakukan perlawanan. Dunia internasional juka bungkam dengan penindasan yang jelas-jelas melanggar hak azazi manusia.

Pemilu 2024

Sebentar lagi, bangsa Indonesia akan melaksanakan perhelatan besar yaitu Pemilu. Hajatan lima tahunan untuk memilih presiden dan wakil pesiden serta wakil-wakil rakyat di DPR tingkat pusat, propinsi dan kabupaten kota. 

Kondisi NKRI yang mayoritas Muslim relatif memberikan ruang untuk umat Islam bisa menjalankan ibadah dengan baik. Artinya tidak perlu untuk hijrah ke negara lain karena relatif masih kondusif.

Meski demikian, dalam beberapa tahun terakhir keperpihakan penguasa terhadap Muslim masih kurang. Contohnya, kriminalisasi ulama marak dilakukan, beberapa ulama juga mengalami pembatasan dakwah dan beberapa kebijakan atau regulasi yang tidak menguntungkan umat Islam. 

Dalam pemilu 2024 nanti, umat Islam harus cerdas untuk memilih pemimpin yang akan berkuasa dan wakil rakyat yang akan mewakili untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Pilihan cerdas tentu harus memilih calon pemimpin yang track recordnya yang baik dan memberikan jaminan terhadap jalannya dakwah Islam. Partainya juga yang terbukti memberikan dukungan terhadap dakwah Islam.

Umat Islam tidak boleh buta politik, golput atau tidak mau tahu tentang politik dengan mengambil langkah pragmatis. Memilih sesuai dengan uang yang diberikan atau asal-asalan karena pengaruh bujukan janji palsu.

Satu suara sangat menentukan pemimpin dan wakil rakyat yang akan terpilih. Selisih satu atau dua suara sangat berpengaruh untuk perjalanan dakwah 5 tahun ke depan. Bagi yang selama ini menjadi pemilih pragmatis dalam pemilu 2024 harus hijrah dengan memilih pemimpin dan wakil rakyat yang bisa back up dakwah Islam. ***


(Penulis adalah wakil sekjen DPP Hidayatullah)