Penulis: Amelia Fitriyani |
Terlahir menjadi seorang Muslim merupakan nikmat utama yang patut disyukuri. Tumbuh di tengah keluarga yang paham agama merupakan wasilah hidayah yang Allah anugrahkan kepada kita. Apalagi bila kita bisa berkembang di lingkungan yang islami, menjadi jalan mulia untuk kembali pada sang Illahi.
Bayi yang lahir tergantung kepada kedua orang tuanya hendak dijadikan apa (foto ilustrasi tadabbur.republika.co.id) |
Setiap ketentuan merupakan sebuah takdir dari Sang Maha Kuasa untuk setiap makhluk-Nya. Dalam Islam, mengimani takdir termasuk rukun iman yang ke enam. Artinya, seorang Muslim harus mempercayai bahwa setiap bentuk ketaatan, kemaksiatan, kekufuran, terjadi atas kehendak Allah Ta'ala. Setiap perbuatan yang dilakukan seorang hamba, baik itu perbuatan baik atau perbuatan buruk, tidak ada paksaan dari Nya.
Namun, perlu kita ketahui bahwa sebagai seorang Muslim yang mengimani adanya takdir, tidak menjadikan kita Muslim yang bersandar penuh pada takdir Allah. Sebagian orang memahami bahwa seorang yang mengimani takdir itu hanya pasrah kepada Allah tanpa ada usaha untuk mendapatkan keinginanya.
Contoh, seorang mahasiswa yang ingin mendapatkan nilai ujian memuaskan, tanpa usaha dan doa ia berkata, "Aku pasrahkan saja semuanya kepada Allah, karena nilai yang didapat sudah menjadi ketentuan untukku." Sungguh ini merupakan kesalahpahaman dalam memahami takdir.
Allah Ta'ala memerintahkan kita untuk mengimani takdir-Nya. Namun, di sisi lain, Allah Ta'ala juga memerintahkan kita untuk berusaha sebagai bentuk ikhtiar atas apa yang kita inginkan. Apabila kita sudah berusaha semaksimal mungkin, berdoa tanpa henti, namun Allah Ta'ala memberikan ketetapan yang berbeda dari apa yang kita harapkan, maka jangan berputus asa lalu berburuk sangka kepada Allah Ta'ala. Ingat, apa yang sudah Allah Ta'ala tetapkan dapat dipastikan bahwa itu merupakan keputusan terbaik.
Sebagaimana dalam quote islami di katakan bahwa "Takdir terbaik adalah apa yang kamu jalani, dan hadiah terbaik adalah apa yang kamu miliki".
Buah dari keimanan kita kepada takdir adalah tumbuhnya hati yang tenang, dan hilangnya kerisauan. Sebab, sesuatu yang terjadi dalam hidup sudah pasti itu merupakan jalan terbaik dari Yang Maha Baik.
Sebagaimana dilansir dari artikel Rumaysho.com, bahwa Ubadah bin Shomit, beliau pernah mengatakan pada anaknya."Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu dan apa saja yang luput darimu tidak akan menimpamu. Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Takdir itu demikian. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak beriman seperti ini, maka dia akan masuk neraka." (Shohih. Lihat Silsilah Ash Shohihah no. 2439)
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, jadikanlah semua takdir yang Engkau tetapkan bagi kami adalah baik. Amin Ya Mujibbad Da'awat. ***
(Penulis adalah mahasiswi STID M Natsir, Jakarta)