Penulis: Zahrotun Nisa |
Dalam perjalanan hidup, kita akan berhadapan dengan ujian, rintangan, dan berbagai macam ranjau. Tidak banyak orang yang mampu melalui dan menaklukkan lika-liku perjalanan tersebut.
Ujian hidup justru akan mendekatkan seorang Muslim kepada Rabb-nya (foto: tadabbur.republika.co.id). |
Banyak yang tergelincir dan terperosok dalam jurang problematika kehidupan. Bahkan, tidak jarang mereka lupa dan tidak tahu jalan untuk kembali pulang hingga terus larut dalam kesesatan.
Namun, banyaknya ujian bukan berarti Allah Ta'ala tidak sayang kepada kita, melainkan sebagai bentuk evaluasi pantaskah kita mendapat derajat mulia di sisi Allah Ta'ala? Pantaskah kita masuk dalam golongan orang-orang pilihan-Nya? Pantaskah kita mendapat kesuksesan? Atau, sudah sejauh mana tingkat keimanan dan kesabaran kita?
Dalam ujian, banyak sekali cara orang menyikapinya. Mereka yang kuat iman dan rasa sabarnya akan dengan tulus menerima ujian yang telah Allah Ta'ala berikan. Bahkan, mampu bersyukur dan tersenyum terhadap ujian yang didapati.
Namun, tidak sedikit yang senantiasa mengeluh dan menyalahkan keadaan. Bahkan, tidak segan-segan mengatakan bahwa Allah i tidak adil kepadanya.
Andai manusia mengetahui, Allah Ta'ala tidak akan memberikan beban, ujian, dan cobaan kepadanya melebihi batas kemampuan yang ia miliki. Namun, tidak banyak orang yang memahami hal itu.
Allah Ta'ala berfirman dalam al-Qur'an surat Al-Baqarah [2] ayat 286,
لَا یُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ..
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..."
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa hal ini dilakukan karena bentuk kasih sayang dan kelembutan serta kebaikan Allah Ta'ala terhadap hamba-Nya, dan merupakan bentuk kemuliaan-Nya.
Sedangkan dalam tafsir Thobary disebutkan bahwa Islam itu mudah dan tidak ada kesulitan di dalamnya. Maka, Allah Ta'ala tidak membebani hamba-Nya dengan apa yang tidak dapat mereka lakukan. Barangsiapa melakukan kebaikan, maka ia akan mendapatkan balasan kebaikan pula. Dan, barangsiapa yang berbuat kejahatan, maka ia akan mendapatkan balasan yang serupa.
Jadi, dalam kehidupan ini, jangan sampai kita su'udzon kepada Allah Ta'ala, apalagi sampai mencela takdir. Karena bisa jadi apa yang kita pandang baik, belum tentu baik dalam pandangan Allah Ta'ala.
Begitu pula sebaliknya, apa yang kita pandang buruk, belum tentu buruk pula dalam pandangan Allah Ta'ala. Karena Allah Ta'ala Maha Mengetahui segala sesuatu, sedangkan kita tidak mengetahui.
Wallahu a'lam bishshowwab. ***
(Penulis adalah mahasiswi STID M Natsir, Jakarta)