JAKARTA --- Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis ulama Indonesia (MUI) menggelar acara “Halaqah Ukhuwah” yang dihadiri unsur perwakilan pimpinan pusat ormas Islam yang terhimpun di MUI. Acara tersebut digelar di Hotel Acacia Jakarta Pusat yang mengusung tema “Menuju World Class Ukhuwah Islamiyah”.
Suasana halaqoh ukhuwah yang digelar MUI Pusat di Jakarta. |
Halaqoh itu merupakan bagian dari rangkaian Rakornas Komisi Ukhuwah MUI yang berlangsung pada Selasa, 27-28 Desember 2022.
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI Pusat KH Cholil Nafis dalam sambutannya membuka acara tersebut menekankan perlunya duduk bersama di samping untuk terus merekatkan persaudaraan, juga dalam rangka merumuskan visi misi serta menyamakan persepsi dan langkah antar harakah yang ada.
“Kita perlu bersama-sama menelaah setiap hal-hal yang berkembang di tengah masyarakat,” kata KH Cholil Nafis.
Ada beragam problem tengah dihadapi umat yang memerlukan pencerahan, diantaranya masalah pergaulan bebas termasuk di dalamnya kampanye LGBT dan nikah beda agama.
Dia mengatakan, MUI sebagai rumah berhimpun ormas Islam telah bersepakat bahwa tidak ada yang memperbolehkan LGBT dan nikah beda agama. Oleh sebab itu, elemen umat perlu terus mencerahkan masyarakat perihal tersebut.
Selain Rakornas, helatan tersebut juga menelaah dan menyikapi ihwal KUHP yang baru disahkan. Oleh sebab itu, KH Cholil Nafis menilai amat penting kita berjuang secara bersama sama di ranah konstitusi atau ranah perundang-undangan. “Banyak hal yang bisa kita ubah dengan kelompok bersatunya umat Islam,” katanya.
Di sisi lain, KH Cholil Nafis mendorong ormas Islam terus mengambil peran dalam mencerdaskan umat melalui beragam saluran termasuk melalui teknologi informasi. Dia menjelaskan, dalam melakukan upaya dakwah tersebut, hendaknya diekspresikan untuk tujuan pada 3 hal yaitu mendamaikan, mengajak kepada kebaikan, dan apa yang disebarkan ada maslahah di dalamnya.
“Kita harus terus-menerus melakukan politik keadaban, bukan transaksional. Dan ini bisa disuarakan oleh ormas ormas Islam. Jadi, yang dibutuhkan tidak hanya shaleh tapi juga mushlih,” ujarnya.
Lebih jauh, KH Cholil Nafis pun berpesan agar umat menghindari pertikaian dan menepikan potensi keterbelahan seiring memasuki tahun politik 2024. Dia pun mengajak semua pihak membangun politik yang berkadaban dengan identitas yang senafas dengan arah bangsa.
Kyai Cholil Nafis saat memberikan sambutan di acara halaqoh ukhuwah MUI. |
“Politik ke depan kita harus menjadi orang yang mengarahkan memberi nilai pada arah bangsa kita. Semua punya identitas politik, nggak mungkin partai nggak punya identitas politik. Identitas politik kita harus senafas dengan arah bangsa,” tandasnya.
Hidayatullah Ikut Serta
Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah beserta dua elemen di bawahnya yaitu Pemuda Hidayatullah dan Muslimat Hidayatullah (Mushida), sebagaimana dirilis dari stus Hidayatullah.or.id, ikut serta dalam halaqoh tersebut.
Ketua Departemen Hukum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Dr. Dudung A. Abdullah, M.H, yang hadir dalam kesempatan tersebut menyambut antusias harapan Indonesia menjadi teladan dalam ukhuwah Islamiyah bagi dunia.
Dr Dudung Amadung (paling kanan), Kepala Departemen Hukum dan Advokasi DPP Hidayatullah di acara halaqoh ukhuwah MUI. |
Ia juga menyambut baik adanya halaqah ini yang membahas topik berkenaan dengan pandangan ormas Islam terhadap Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) yang baru disahkan ditengah polemik yang terjadi.
“Pembahasan UU KUHP ini sangat bermanfaat bagi para dai dan aktifis keagamaan terutama dalam pengetahuan tentang KUHP baru, bisa lebih jelas langsung dari ahlinya,” kata Dudung terkait pemaparan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat, Hamdan Zulfa, pada kesempatan halaqah tersebut.
Dia menyebutkan, KUHP yang berlaku di Indonesia selama ini merupakan warisan hukum kolonial Belanda, sehingga kajian dan analisis yang mendalam tentangnya perlu dilakukan agar benar benar memuat keadilan dan kepastian hukum.
Meski ada beberapa hukum yang diakomodir dari perbaikan di situ seperti tentang perzinahan dan perlindungan agama, namun demikian, lanjut Dudung, kajian ulang mesti penting dilakukan kaitannya beberapa hal yang dinilai pasal karet sehingga dianggap bisa abuse of power dan penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court).
Selain Hidayatullah, hadir juga sekitar 60 perwakilan ormas Islam yang terhimpun di MUI. ***
(Penulis adalah redaktur www.ihwal.net)