Penulis: Asih Subagyo |
Jauh-jauh hari sebelum Real Madrid memenangkan pertandingan melawan Liverpool dengan sekor 1-0 di final Liga Champion, Ahad (29 Mei 2022), banyak yang memprediksi klub sepak bola asal kota Madrid, Spanyol, itu bakal menjadi juara. Bukan tanpa alasan. Sebab, secara statistik, mereka memang unggul. Sebelum menambah 1 gol pada pertandingan final tersebut, mereka sudah 13 kali juara Liga Champion, sedang Liverpool baru 6 kali juara.
Di sisi lain, berdasarkan trackrecord-nya, meski sempat terseok-seok di liga sebelumnya, Real Madrid selalu bisa memenangkan pertandingan di final. Dari sinilah gelar juara sebenarnya memang pantas dinisbatkan kepada Real Madrid. Mereka memang telah memiliki "DNA juara".
Lalu apa sebenarnya DNA itu? Secara singkat dapat dijelaskan bahwa DNA kependekan dari deoxyribonucleic acid (asam deoksiribonukleat). Artinya, informasi genetik untuk pewarisan sifat dari induk ke anaknya.
DNA merupakan rantai molekul yang berisi materi genetik yang khas pada setiap orang. Tidak hanya pada manusia, tapi juga pada semua makhluk hidup. DNA bisa bermanfaat untuk menunjukkan perbedaan satu organisme dengan organisme lainnya.
Lalu mengapa dikaitkan dengan juara? Ini semacam metafora, bahwa ada sifat genetik yang melekat dalam Real Madrid, sebagaimana pengertian DNA di atas. Hal yang sama sebenarnya juga terjadi pada individu atau organisasi. Memang, secara natural, DNA itu diturunkan. Namun, bukan berarti jika tidak memiliki "DNA juara" maka tidak bisa memenangkan kompetisi.
Menurut Profesor Rhenald Kasali, dalam bukunya Re-Code Your Change DNA yang terbit tahun 2007, mengungkapkan bahwa sebanarnya DNA bisa diubah dengan melakukan pengkodean ulang (re-code). Sebab, informasi genetik merupakan kode-kode yang spesifik dan bisa diubah.
Rhenald, dalam melihat "change DNA", mengincar perubahan genetik perilaku (behavioral genetics) yang akan mengarah pada dunia pembaharuan yang lebih baik. Mengubah DNA dapat dilakukan melalui prinsip OCEAN, yang merupakan singkatan dari lima huruf. Pertama, openness to experience, yaitu keterbukaan terhadap pengalaman hidup. Kedua, conscientiousness, berkenaan dengan keterbukaan hati dan telinga
Lalu, ketiga, extroversion, terkait dengan keterbukaan terhadap orang lain. Keempat, agreeableness, berhubungan dengan keterbukaan terhadap kesepakatan. Dan, terakhir kelima, neuroticism, keterbukaan terhadap tekanan-tekanan.
Dengan demikian, sebuah organisasi yang hidup tidak akan pernah kehilangan kreativitas dan inovasi. Sebab, ia akan selalu berupaya menghidupkan ekspektasi-ekspeksasi yang terukur sehingga mampu menggairahkan kehidupan organisasi (Adversity Quotient atau AQ) secara berkelanjutan.
DNA yang sudah ada pada seorang pemimpin (leader) perlu dilakukan re-code dengan mentransformasikan kepada seluruh elemen organisasi. Sehingga, ia mampu memotivasi organisasi dan individu-individu dalam organisasi agar lebih menjadi berdaya.
Memperbaiki DNA individu dan organisasi dapat dilakukan dengan memperbaiki DNA Organisasi (Organization DNA), DNA Perubahan (Change DNA), dan DNA Kepemimpinan (Leadership DNA). Caranya, dengan memasukkan “darah-darah segar baru” dalam manajemen level atas atau level menengah. Bisa juga dengan memasukkan anak-anak muda yang masih segar, dengan harapan agar mereka mampu menjadi katalis untuk memberikan warna dan gairah baru.
Di sisi lain, organisasi mesti memperhatikan rekruitmen melalui seleksi yang sangat ketat (free and fair competition and collaboration). Organisasi perlu juga memberikan kesempatan berkomeptisi melalui career track yang cepat, memberikan kepercayaan kepada anak-anak muda sesuai realitas zaman dan generasinya. Ini semua merupakan cara paling efektif mengubah DNA Organisasi.
Kalau mereka teguh terhadap prinsip perubahan yang mereka hidupkan, maka mereka akan tetap konsisten membawa nilai-nilai baru tanpa meninggalkan identitas dan idealisme organisasi. Sehingga, mereka akan bekerja dengan etos kerja yang berbeda dalam mengimplementasikan visi, misi, tujuan, serta program-program organisasi. Dari sinilah DNA pemenang akan terbentuk dan terejawantahkan dalam organisasi.
Kecepatan dan ketepatan dalam transformasi menuju DNA pemenang sangat tergantung bagaimana seluruh elemen dalam organisasi menjalani proses. Sebagaimana kutipan dari Rhenald Kasali, ”Siapa yang bisa memimpin harus berani maju ke depan. Siapa yang mau berubah harus membuka pikirannya. Kalau tidak memimpin, kita harus sama-sama bergerak. Kalau memimpin tidak bisa, dipimpin tak mau ikut, silahkan duduk manis di tepi atau keluar sama sekali.”
Sebagai Muslim kita sesungguhnya mewarisi DNA pemenang itu. Hal ini disebutkan dalam al-Qur'an surat Ali Imran [3] ayat 110, ”Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”
Demikian juga dalam surat At-Tin [95] ayat 4, ”Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Masih banyak ayat lagi yang menerangkan tentang ini.
Akan tetapi, keterpurukan umat Islam beberapa dekade ini, bahkan lebih diperparah semenjak keruntuhan Khilafah Utsmaniyah, menyebabkan sebagian besar DNA umat Islam yang hampir berjumlah 2 miliar di seluruh dunia ini, mengalami inferior. Dari DNA umat terbaik dan unggul, terpuruk menjadi DNA yang tak percaya diri.
Langkah-langkah perbaikan sudah banyak dilakukan oleh para pendahulu kita. Namun, recode DNA pemenang tetap menjadi tantangan yang belum terpecahkan sampai saat ini. Padahal sesungguhnya itu bisa dilakukan. Kerangka yang ditawarkan Rhenald di atas bisa menjadi referensi. Sebab, perubahan itu sebuah keniscayaan, dan dilakukan oleh individu maupun kelompok.
Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri," (ar-Ra'd [13]: 11).
Inilah PR besar umat Islam saat ini, yakni melahirkan DNA Pemenang.
Wallahu a’lam
(Penulis adalah peneliti senior pada Hidayatullah Institut)