Oleh: Nida Taqiyya|
Dakwah secara bahasa adalah permintaan, ajakan, seruan, panggilan, motivasi, memerintah, dan menganjurkan. Dakwah juga bisa berarti perkataan yang baik.
Fungsi dakwah itu sendiri adalah menyeru kepada Allah, menghidupkan sunnah Nabi, dan mengajak manusia agar senantiasa berkomitmen dan menjalani perintah Allah.
Dakwah harus selalu melekat dalam pribadi seorang Muslim. Sebab seorang Muslim harus senantiasa menegakkan kebaikan, dan mencegah terjadinya kemunkaran. Dakwah juga akan tetap ada di tengah-tengah kehidupan selagi di dunia ini masih ada kesyirikan, kemunkaran, kemunafikan, dan kejumudan.
Dalam menjalani aktivitas dakwah, banyak sekali cara yang bisa kita pakai. Bisa lewat aktivitas mengajar secara langsung melalui lembaga pendidikan, mengisi majelis ilmu di tengah-tengah masyarakat, mengadakan tabligh akbar dan menyampaikan dakwah di atas mimbar, menyampaikan kebaikan lewat sosial media, bahkan bisa pula menjadikan aktivitas menulis sebagai ladang dakwah.
Menulis adalah salah satu ladang dakwah yang memberikan keuntungan yang banyak bagi penulis. Selain daya jangkaunya lebih luas, menulis juga menjadi sarana mengkristalkan ilmu, pemahaman, dan hikmah. Menulis bisa menjadi amal jariyah, sarana menyampaikan Kalam Allah dan Hadits Rasulullah SAW, melawan kebathilan, bahkan bisa menjadi sarana untuk membantah propaganda-propaganda salah yang saat ini sudah semakin merebak.
Kriteria tulisan yang baik di antaranya adalah pesan yang disampaikan harus sesuai dengan nilai Al-Qur’an dan Sunnah, berasal dari niat yang baik dan bersih, informasi yang disampaikan benar dengan pengambilan sumber yang jelas dan terpercaya, gaya bahasa yang disesuaikan dengan target pembaca, serta bahasa yang digunakan efektif dan mudah dipahami.
Namun, dalam menjalankan aktivitas menulis sebagai ladang dakwah, banyak juga tantangan yang harus kita hadapi. Di antaranya, kita bisa mendapatkan pujian yang akan menjadi racun bagi penulis, atau sebaliknya, mendapatkan kritikan yang membuat penulis tidak percaya diri terhadap tulisannya sendiri karena merasa direndahkan dan tidak dihargai.
Perasaan seperti ini tentu harus dilawan agar kita bisa terus berkarya lewat tulisan. Janganlah tantangan tersebut menjadikan kita berhenti menyuarakkan kebaikan lewat menulis. Justru karena tantangan tersebut kita harus lebih semangat lagi untuk berdakwah lewat tulisan. Kita berharap karya-karya kita bisa menginspirasi orang lain untuk semakin mengenal Allah, Rasul-Nya, dan Agama-Nya.
Wallahu’alam ***
(Mahasiswi KPI STID M Natsir, Jakarta)