Oleh: Kartini ---
Hakikat dunia yang sementara bak fatamorgana yang hanya mengelabui pandangan mata. Harta, tahta dan kekuasaan akan binasa sebagaimana bapak Qorun seorang milyarder yang kaya raya pada masanya ternyata hidupnya berakhir dengan tragis.
Seorang Qorun berfikir bahwa dengan harta yang ia miliki ia akan hidup bahagia. Sehingga ia enggan untuk memberikan hartanya kepada orang lain walaupun hanya sedikit.
Karena kekikiran dan kerakusannya terhadap harta akhirnya Qorun binasa bersama semua hartanya.
Semua orang mengetahui hal itu. Tapi mengapa masih banyak manusia yang rela mengorbankan segala cara demi mendapatkan kenikmatan dunia yang hanya bersifat sementara.
Betapa mirisnya kondisi negeri saat ini. Orang-orang yang dipercaya oleh rakyat untuk memimpin dan mengatur negeri ternyata sudah tidak amanah dalam menjalankan tugasnya kecuali hanya segelintir kecil.
Peci dan jubah yang ia kenakan, status Islam, dan gelar haji yang ia sandang ternyata tidak menjamin ia menjadi seorang yang taat akan aturan tuhan.
Telinga akan menjadi tuli, mata akan menjadi buta dari kebenaran bila hawa nafsu yang mereka pertuhankan.
Tidak takut akan ancaman tuhan yang sudah jelas tercantumkan dalam kalam yang sering mereka baca dan dengarkan.
Jika hanya dunia yang mereka dambakan maka Allah akan menjadikan mereka senantiasa haus dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang mereka miliki saat ini.
Sehingga rela menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta dan tahta.
Rela mengorbankan agama demi mempertahankan kursi kekuasaan.
Berani menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Berani mengobral janji sana-sini hanya untuk menebar sensasi agar mendapatkan atensi.
Bagaimana negeri dan bangsa ini akan menjadi baldah thayyibah jika di dalam negeri masih terdapat banyak kemaksiatan dan penyelewengan.
Negeri ini sedang diambang kebinasaan, namun tertahan karena masih ada sekelumit orang yang istiqomah untuk mengingatkan.
"Sebaik-baik sahabat adalah yang mengingatkan saat ia sedang berada dalam kesalahan."
Jika pemerintah salah hak kita bukanlah melecehkan apalagi sampai menjatuhkan, tetapi tugas kita sebagai rakyat adalah mengingatkan agar mereka sadar atas kesalahan yang telah dilakukan. ***
Seorang Qorun berfikir bahwa dengan harta yang ia miliki ia akan hidup bahagia. Sehingga ia enggan untuk memberikan hartanya kepada orang lain walaupun hanya sedikit.
Karena kekikiran dan kerakusannya terhadap harta akhirnya Qorun binasa bersama semua hartanya.
Semua orang mengetahui hal itu. Tapi mengapa masih banyak manusia yang rela mengorbankan segala cara demi mendapatkan kenikmatan dunia yang hanya bersifat sementara.
Betapa mirisnya kondisi negeri saat ini. Orang-orang yang dipercaya oleh rakyat untuk memimpin dan mengatur negeri ternyata sudah tidak amanah dalam menjalankan tugasnya kecuali hanya segelintir kecil.
Peci dan jubah yang ia kenakan, status Islam, dan gelar haji yang ia sandang ternyata tidak menjamin ia menjadi seorang yang taat akan aturan tuhan.
Telinga akan menjadi tuli, mata akan menjadi buta dari kebenaran bila hawa nafsu yang mereka pertuhankan.
Tidak takut akan ancaman tuhan yang sudah jelas tercantumkan dalam kalam yang sering mereka baca dan dengarkan.
Jika hanya dunia yang mereka dambakan maka Allah akan menjadikan mereka senantiasa haus dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang mereka miliki saat ini.
Sehingga rela menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta dan tahta.
Rela mengorbankan agama demi mempertahankan kursi kekuasaan.
Berani menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Berani mengobral janji sana-sini hanya untuk menebar sensasi agar mendapatkan atensi.
Bagaimana negeri dan bangsa ini akan menjadi baldah thayyibah jika di dalam negeri masih terdapat banyak kemaksiatan dan penyelewengan.
Negeri ini sedang diambang kebinasaan, namun tertahan karena masih ada sekelumit orang yang istiqomah untuk mengingatkan.
"Sebaik-baik sahabat adalah yang mengingatkan saat ia sedang berada dalam kesalahan."
Jika pemerintah salah hak kita bukanlah melecehkan apalagi sampai menjatuhkan, tetapi tugas kita sebagai rakyat adalah mengingatkan agar mereka sadar atas kesalahan yang telah dilakukan. ***
(Penulis adalah mahasiswa STID M Natsir)