Sumber: www.mahladi.com ---
Bayangkan bila Anda diminta melukis sebuah rumah. Dari sisi mana objek akan terlihat paling menarik? Barangkali Anda akan melukis rumah tersebut dari sisi yang biasa dilakukan banyak orang, yakni dari depan.
Namun, barangkali Anda mencoba melihatnya dari sisi yang lain, yakni dari samping. Bahkan bisa juga Anda memilih dari sisi yang tidak biasa, yakni dari belakang atau dari atas. Inilah yang dinamakan sudut pandang (angle).
Dalam jurnalistik, sebuah peristiwa juga bisa dilihat dari banyak sisi. Sisi yang umum biasanya diambil oleh pewarta news. Namun, pewarta feature biasanya lebih suka mengambil sisi yang tidak biasa. Mengapa? Sebab, jika ia mengambil sisi biasa, maka tak ada bedanya dengan news. Kalau pun terpaksa mengambil sisi yang biasa, maka mereka berusaha mencari data lebih dalam dari pewarta news.
Karena itulah pewarta feature dituntut punya kepiawaian lebih dibanding pewarta news. Ia harus jeli mengambil sudut pandang yang "tak biasa", berbeda dengan yang lain.
Kita tahu bahwa seorang pewarta butuh peristiwa agar ia bisa membuat karya. Peristiwa tersebut bisa datang sendiri kepada kita, atau bisa juga kita sendiri yang harus mencarinya.
Ada peristiwa biasa (biasa terjadi), ada juga peristiwa luar biasa (tidak biasa terjadi). Peristiwa biasa sering datang sendiri kepada kita atau secara rutin kita mengalaminya. Misal, setiap pekan kita selalu membeli daging potong di pasar. Peristiwa ini tentu biasa-biasa saja. Tak ada yang menarik.
Namun, di tangan seorang pewarta yang telah terasah insting jurnalistiknya, peristiwa biasa bisa membawa ia ke dalam peristiwa lain yang tidak biasa (luar biasa). Ia cuma perlu menemukan sudut pandang yang tepat untuk ia gali lebih dalam lagi.
Misal, jika kita cermati ternyata pedagang ayam potong yang biasa kita temui di pasar selalu mengenakan kopiah haji. Bila informasi ini ia gali secara mendalam, pastilah ia akan menemukan banyak informasi tak biasa. Ia akan berupaya menemukan jawaban atas pertanyaan "Mengapa pedagang ayam potong selalu mengenakan topi haji? Apa perlunya?"
Contoh lain, seorang ayah setiap pagi mengantar anaknya ke sekolah. Di pertigaan jalan tak jauh dari sekolah anaknya, ia selalu bertemu seorang polisi yang mengatur lalu lintas.
Kejadian ini tentu biasa saja dan terjadi berulang-ulang. Sepintas memang tak menarik. Namun ketika dia perhatikan lebih seksama ternyata sang polisi itu bercelana cingkrang. Ada apa? Jika ia gali sudut pandang ini maka ia akan temukan peristuwa baru yang tak biasa.
Ada banyak peristiwa biasa lainnya yang mampu diubah menjadi peristiwa luar biasa jika berada di tangan seorang pewarta kawakan. Misalnya, undangan liputan seorang menteri yang ingin bagi-bagi zakat di kampung halamannya, atau shalat lail berjamaah di sebuah pesantren yang diduga teroris.
Selain peristiwa biasa, ada juga peristiwa luar biasa. Yakni, peristiwa yang memang jarang sekali terjadi. Umumnya, peristiwa luar biasa selalu menarik. Peristiwa luar biasa ini jarang sekali datang sendiri kepada kita. Seringkali justru kita harus bersusah payah menemukannya.
Namun, peristiwa luar biasa ini bisa berubah menjadi "biasa" manakala kita telat mengabarkannya. Peristiwa itu sudah menjadi pembicaraan banyak orang sebelum kita mempublikasinya. Peristiwa luar biasa ini menjadi basi.
Ketika hal ini terjadi maka sang jurnalis kawakan kembali harus memutar otaknya untuk menemukan sudut pandang yang "tab biasa" atau "tak basi", yakni sudut pandang yang tak ditemukan oleh pewarta lain. Lagi-lagi, ini butuh kepiawaian.