Sumber: www.mahladi.com. --
Dai-dai Hidayatullah seharusnya juga seorang pewarta. Mengapa? Berikut sejumlah fakta terkini yang menjadi bahan pertimbangan.
Pertama, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 171,17 juta penduduk dari total 264 juta jiwa, atau 65%
Kedua, internet kini telah mampu mengubah perilaku masyarakat
Ketiga, Hidayatullah sebagai sebuah organisasi massa Islam memiliki jati diri, manhaj, program, layanan, sarana dan fasilitas yang harus diperkenalkan kepada masyarakat. Di sisi lain, dai-dai Hidayatullah mengemban misi DAKWAH sebagai mainstream gerakan Hidayatullah
Dakwah bermakna mengajak, mulai dari mengajak orang untuk berislam, beriman, kemudian bertakwa, bahkan mengajak orang untuk BERSIMPATI, MENDUKUNG, lalu BERGABUNG bersama gerakan dakwah Hidayatullah.
Bagaimana caranya? Salah satu cara adalah lewat media massa
Pada media massa, konten is number one. Siapa menguasai konten, dialah yang akan memenangkan pertarungan.
Apa saja bentuk konten itu? Bisa berupa video, gambar, bagan/grafik/ilustrasi, atau teks.
Bila menempatkan teks sebagai konten, maka itulah kerja jurnalistik. Sebab, pada awalnya jurnalistik adalah media cetak
Mengapa harus MENULIS JURNALISTIK? Sebab, para jurnalis terbiasa dengan data, tak gegabah dalam beropini (karena mereka tak terbiasa beropini dalam menulis), dan pandai membuat deskripsi sehingga tulisan bisa hidup. Yang tak kalah penting, profesi jurnalis membuat seseorang pandai berbahasa dengan baik sehingga tulisannya menarik dan mudah dipahami oleh publik.
Ciri karya jurnalistik adalah, pertama, bukan karya opini, sehingga karya jurnalistik harus memiliki sumber informasi yang jelas. Informasi bisa diperoleh dengan cara reportase, wawancara, atau studi literatur.
Kedua, karya jurnalistik untuk konsumsi publik, sehingga bahasa yang digunakan harus bisa dicerna oleh publik, bukan segelintir orang saja. Ciri bahasa jurnalistik: menarik, komunikatif, bisa dicerna oleh siapa saja, singkat, padat, sederhana, lugas, lancar dan jelas
Sebetulnya setiap hari kita telah melakukan proses jurnalistik. Kita mengalami berbagai macam peristiwa. Kita juga bertemu dengan banyak orang, bahkan berinteraksi dengan mereka. Kita bercerita kepada orang lain tentang apa yang kita alami: Apa yang kita lihat dan apa yang mereka dengar. Itulah proses jurnalistik.
Namun, kita kerap menceritakannya dengan bahasa lisan, bukan tulisan. Bila kita mengubah kebiasaan bercerita lewat lisan menjadi bercerita lewat tulisan, lalu kita pagari tulisan tersebut dengan KODE ETIK JURNALISTIK, maka jadilah dia produk jurnalistik.
Ada tiga tahapan dalam menulis jurnalistik. Pertama, tahapan MENGABARKAN. Tahapan ini berbasis data dan menghasilkan news (berita). Kedua, tahapan MENCERITAKAN. Tahapan ini berbasis kisah dan menghasilkan feature. Ketiga, tahapan MENGUTARAKAN, berbasis analisa dan menghasilkan opini.
Pada tahapan MENGABARKAN, produknya adalah BERITA, baik BERITA SEDERHANA maupun BERITA MENDALAM. Kekuatan tahap ini ada pada kemampuan mengumpulkan DATA. DATA dasar yang harus dimiliki sebuah BERITA adalah jawaban atas pertanyaan 5W+1H.
1. What (apa)
Tema tulisan diperoleh dari jawaban atas pertanyaan ini: Apa peristiwanya? Ia juga meliputi pertanyaan menyangkut subjek atau objek yang berbentuk kata benda non pelaku, termasuk kata benda abstrak seperti peristiwa, pernyataan, atau pertolongan.
2. When (kapan)
Ini adalah pertanyaan menyangkut waktu. Semua peristiwa pasti memiliki waktu kejadian, baik peristiwa utama (tema tulisan) maupun peristiwa ikutan.
3. Where (dimana)
Ini adalah pertanyaan menyangkut tempat. Sebagaimana unsur waktu, semua peristiwa pun pasti memiliki tempat kejadian, baik tempat utama (tema tulisan) maupun tempat ikutan.
4. Who (siapa)
Sama halnya dengan unsur what, pertanyaan who juga menyangkut subjek atau objek. Hanya saja ia berbentuk pelaku, atau "korban" yang mendapat perlakuan.
Jawaban empat pertanyaan di atas adalah data yang harus dicari seorang jurnalis untuk membuat BERITA SEDERHANA. Jika sang jurnalis ingin membuat berita mendalam (indepth), maka ia harus menjawab dua pertanyaan sisa, Why dan How
5. Why (Mengapa)
Jawaban atas pertanyaan ini biasanya menjelaskan tentang LATAR BELAKANG peristiwa, baik peristiwa utama (tema tulisan) maupun peristiwa ikutan dari peristiwa utama.
6. How (Bagaimana)
Jawaban atas pertanyaan ini biasanya menjelaskan segala hal tentang PROSES yang terdapat dalam peristiwa tersebut.
Kemampuan membuat berita sederhana dan berita mendalam saja tentu tak cukup. Seorang dai akan lebih baik bila punya kemampuan MENCERITAKAN. Kemampuan ini akan menghasilkan karya feature. Inilah tahapan kedua dalam proses jurnalistik.
Ciri karya feature setidaknya ada tiga. Pertama, ada kedalaman isi. Kedua, ada keindahan berbahasa. Dan ketiga, ada kejelasan sudut pandang.
Unsur kejelasan sudut pandang pada FEATURE sesungguhnya adalah cara lain untuk BEROPINI
Bagi mereka yang tak gemar menjalani kegiatan jurnalistik (mencari informasi lewat reportase dan wawancara), maka ia bisa memilih untuk menulis artikel opini.
Karya opini adalah karya yang ditulis berdasarkan opini penulis, sehingga ia boleh tak memiliki sumber. Sebab, sumber utama adalah si penulis itu sendiri. Namun, penulis opini harus punya kemampuan menganalisa.
Dan, karyanya tetap harus berbasis data. Sebab, tak mungkin bisa menganalisa tanpa ada data.
(Disampaikan dalam Rakernas Pos Dai Hidayatullah di Depok, 6 September 2019).